PENDAHULUAN
إِنَّ الۡحَمۡدَ لِلّٰهِ نَحۡمَدُهُ وَ
نَسۡتَعِيۡنُهُ وَ نَسۡتَغۡفِرُهُ، وَ نَعُوۡذُ بِاللّٰهِ مِنۡ شُرُوۡرِ
أَنۡفُسِنَا وَ مِنۡ سَيِّئَاتِ أَعۡمَالِنَا.
مَنۡ يَهۡدِهِ اللّٰهُ فَلَا مُضِلَّ
لَهُ، وَ مَنۡ يُضۡلِلۡ فَلَا هَادِيَ لَهُ،
وَ أَشۡهَدُ أَنۡ لَا إِلٰهَ إِلَّا
اللّٰهُ وَحۡدَهُ لَا شَرِيۡكَ لَهُ،
وَ أَشۡهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبۡدُهُ
وَ رَسُوۡلُهُ.
ا أَمَّا بَعۡدُ:
Sesungguhnya segala puji itu bagi Allah. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya dan memohon ampunan kepada-Nya. Dan Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami dan dari keburukan perbuatan-perbuatan kami. Dan barangsiapa diberi hidayah oleh Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya dan barangsiapa disesatkan oleh-Nya maka tidak ada yang dapat memberinya hidayah. Dan aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang patut disembah kecuali Allah semata tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benar takwa
kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
beragama Islam.” (QS. Ali Imran : 102)
“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada
Tuhan-mu yang telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan
laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertakwalah kepada Allah yang dengan
(mempergunakan) nama-Nya kamu saling meminta satu sama lain, dan (peliharalah)
hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasi kamu.”
(QS. An Nisa’ : 1)
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah
perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan
mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta'ati Allah dan Rasul-Nya,
maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.” (QS. Al-Ahzab
71-72)
Amma ba’du.
Pengertian Munakahat
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan.
Kata dasar pernikahan adalah nikah. Menurut bahasa Indonesia, nikah artinya bersatu
atau berkumpul. Sedangkan menurut
istilah, nikah adalah akad yang
menghalalkan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan muhrim
untuk memenuhi kebuthan hidup berumah tangga sebagai suami istri dengan
memenuhi syarat dan rukun yang telah ditentukan menurut syariat Islam.
Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala [QS. Ar-Rum:21]
Artinya:
Dan
diantara tanda-tanda kebesaran-Nya, Ia telah menciptakan bagimu daripadamu
istri-istri agar kamu cenderung tenteram jiwa bersamanya, serta Ia pun
menjadikan di antaramu (suami istri) cinta kasih dan rasa sayang. Sesungguhnya
dalam hal yang demikian itu ada tanda-tanda kebesaran Allah bagi orang-orang
yang berpikir. (QS. Ar-Rum: 21)
A. Dasar-Dasar Pernikahan
1. Allah Berfirman dalam QS. An Nisa’ ayat 3:
Artinya:
… maka nikahilah wanita-wanita yang
baik bagimu dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan berlaku
adil, maka nikahilah seorang saja…
2. Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam
Artinya:
Hai para pemuda, barangsiapa yang
mampu di antara kamu serta berkeinginan kawin, hendaklah ia kawin, karena
sesungguhnya perkawinan itu akan memejamkan matanya dan (menjaga kelamin), dan
barangsiapa tidak mampu, hendaklah ia berpuasa sebab puasa itu akan dapat
mengurangi nafsu birahi. (H.R. Bukhari)
B. Hukum Pernikahan
Ditinjau dari segi kondisi orang yang akan
menikah, hokum nikah sebagai berikut:
1.
Sunah, artinya bagi orang yang ingin menikah ,
mampu nikah, mampu mengendalikan diri dari perzinaan, tetapi tidak ingin segera
menikah.
2.
Wajib, artinya bagi orang yang ingin menikah,
mampu menikah, dan ia khawatir berbuat zina jika tidak segera menikah.
3.
Makhruh, artinya bagi orang yang ingin menikah,
tetapi belum mampu member nafkah bagi istri dan anaknya.
4.
Haram, artinya orang yang ingin menikah tapi
tujuannya hanya akan menyakiti istrinya.
C. Peminangan
Peminangan dalam ushul fiqih disebut khitbah, artinya
penyampaian maksud dari seorang pria terhadap seorang wanita untuk dijadikan
istri, baik secara langsung maupun diwakilkan dengan member barang sebagai
ikatan. Adapun wanita-wanita yang diharamkan untuk dinikahi:
1.
Wanita yang haram dipinang dengan cara sindiran:
a.
Wanita yang termasuk muhrim
b.
Wanita yang masih bersuami
c.
Wanita yang masih dalam iddah talak 1 atau 2
d.
Wanita yang sudah tunangan
2.
Wanita yang haram dipinang dengan terus terang;
a.
Wanita yang berada dalam iddah wafat
b.
Wanita yang berada dalam iddah talak ke-3
D. Rukun Pernikahan
1.
Ada calon suami, syarat: laki-laki, dewasa,
Islam, kemauan sendiri, tidak sedang dalam ihram haji atau umrah, dan bukan
munhrimnya.
2.
Ada calon istri, syarat: wanita, cukup umur (16
tahun), bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang
lain, bukan muhrim, dan tidak dalam ihram atau umrah.
3.
Ada wali nikah
Wali nikah ialah orang yang mengijinkan pernikahan.
Artinya:
Barangsiapa di antara perempuan
yang nikah dengan tidak diizinkan walinya, maka pernikahannya batal (H.R. Imam
empat ahli hadist, kecuali Nasa’i)
Artinya:
Tidak sah suatu pernikahan kecuali
dengan wali dan kedua orang saksi yang adil. (H.R. Dariquthni)
Macam-macam wali nikah dapat dibagi menjadi dua, yaitu sebagai berikut.
a.
Wali nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian
darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan.
Adapun urutan-urutannya wali nasab sebagai berikut:
1)
Ayah kandung
2)
Kakek
3)
Sudara laki-laki sekandung
4)
Saudara laki-laki seayah
5)
Saudara laki-laki yang sekandung dengan ayah
b.
Wali hakim, yaitu kepala Negara yang beragama
Islam, menteri Agama, atau kepala KUA. Wali hakim bertindak sebagai wali nikah
apabila :
1)
Wali nasab benar-benar tidak ada, sedang ihram
haji/umrah, menolak sebagai wali, masuk penjara, hilang.
2)
Wali yang lebih dekat tidak memenuhi syarat,
bepergian jauh, tidak member kuasa terhadap wali nasab, dan wali yang lebih
jauh tidak ada.
4.
Ada saksi, syarat: Islam, laki-laki, dewasa,
berakal sehat, dapat berbicara, mendengar dan melihat, adil, dan tidak sedang
ihram haji/umrah.
5.
Ada kata-kata ijab dan qabul
Ijab artinya ucapan wali dari pihak mempelai wanita, sebagai penyerahan
kepada mempelai laki-laki. Qabul artinya ucapan mempelai laki-laki sebagai
tanda penerimaan. Dalam ijab qabul, akan lebih utama atau lebih baik jika suami
memberikan mahar (mas kawin). Mahar atau mas kawin adalah pemberian suami
kepada istrinya sebagai bentuk penghargaan kepada seorang perempuan. Jumlah
besar kecilnya mahar tergantung kemampuan masing-masing calon suami.
Allah berfirman:
Artinya:
Berikanlah mas kawin (mahar) kepada
wanita (yang kamu nikahi) sebgai pemberian dengan penuh kerelaan. (Q.S An-Nisa’
: 4)
Setelah akad nikah, diadakan walimah, yaitu pernikahan yang hukumnya
sunnah mu’akkad.
Rasulullah bersabda :
Artinya:
“Adakanlah walimah walaupun hanya
memotong seekor kambing.” (HR. Bukhari dan Muslim)
E. Muhrim
Menurut bahasa, muhrim artinya diharamkan.
Dalam ilmu fiqih, muhrim artinya wanita yang haram dinikahi. Sebab-sebab wanita
haram dinikaho, karena:
1.
Keturunan (lin
nasbi)
a.
Ibu kandung
b.
Anak kandung
c.
Saudara perempuan dari bapak
d.
Saudara
perempuan dari saudara laki-laki
e.
Saudara perempuan dari saudara perempuan
2.
Hubungan sesusuan (limradla’ah)
a.
Ibu yang menyusui
b.
Saudara perempuan sesusuan
3.
Perkawinan (litazawwuji)
a.
Ibu dan istri (mertua)
b.
Anak tiri
c.
Ibu tiri (istri dari ayah)
Allah berfirman yang artinya : Dan
janganlah kamu kawini wanita-wanita yang pernah dikawini oleh ayahmu. (QS.
An-Nisa’ : 22)
4.
Mempunyai pertalian muhrim dengan istri (liljam’i)
Misal : haram melakukan poligami (memperistri sekaligus) terhadap dua
orang bersaudara.
F. Kewajiban dan Hak Suami dan Istri
1. Kewajiban Suami
a.
Memberi nafkah, sandang, pangan dan tempat
tinggal
b.
Berlaku adil, sabar terhadap istri dan
anak-anaknya
c.
Memberi penuh perhatian terhadap istri
d.
Hormat dan bersikap baik kepada keluarga istri
2. Kewajiban Istri
a.
Taat kepada suami sesuai dengan ajaran Islam
b.
Menerima dan meghormati permberian suami sesuai
kemampuannya
c.
Memelihara kehormatan diri dan harta benda suami
d.
Memelihara, mengasuh, mendidik anak-anak agar
menjadi shaleh/shalehah.
e.
Membantu suami dalam memimpin kesejahtraan dan
keselamatan keluarga
f.
Hormat kepada suami dan keluarganya
3. Hak Suami dari Istri
a.
Mendapat penghormatan dan kasih sayang
b.
Mendapat
pelayanan yang menyenangkan
c.
Mendapat dorongan dan bantuan dari istri
d.
Memperoleh keturunan dari istri
e.
Memperoleh kebahagiaan dari istri
4. Hak Istri dari Suami
a.
Memperoleh nafkah baik lahir maupun batin
b.
Memperoleh perlindungan dari suami
c.
Memperoleh ketenangan dan kedamaian dari suami
d.
Memperoleh cinta kasih dari suami
e.
Memperoleh kehangatan dan kebahagiaan dari suami
G. Tujuan Nikah
1.
Untuk mentaati perintah Allah dan Rasuk-Nya
2.
Untuk memperoleh hidup yang tentram dan bahagia
(sakinah, mawadah dan warahmah)
3.
Untuk memperoleh keturunan yang sah
4.
Untuk keselamatan diri sendiri, keluarga,
keturunan dan masyarakat
5.
Untuk memelihara kebinasaan hawa nafsu
6.
Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang
7.
Untuk memenuhi kebutuhan seksual secara sah dan
diridai Allah Subhanahu wa Ta’ala.
H. Perceraian
Perceraian artinya: pemutusan ikatan
perkawinan antara suami dan istri. Hal-hal yang dapat memutuskan ikatan
perkawinan adalah meninggalnya salah satu pihak suami/istri, talak, fasakh,
khulu’, li’an, ila’, dan zihar. Penjelasannya sebagai berikut:
1. Talak, ialah melepaskan ikatan
perkawinan dengan mengucapkan secara suka rela, dari pihak laki-laki kepada
istrinya.
Sebab-sebab terjadinya talak:
a.
Kedua belah pihak salinga tidak mau menahan diri
atau nafsu
b.
Kedua belah pihak saling kehilangan kerpercayaan
c.
Kedua belah pihak saling berebut kebenaran
d.
Kedua belah pihak saling keberatan memberi maaf
Dasar hokum talak antara lain,
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
Artinya:
“Perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci Allah ialah talak.” (HR.
Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Lafazh dan Bilangan talak
a.
Lafadzh Talak
1)
Talak dengan kata-kata dibedakan menjadi dua
macam yaitu
a.
Sharih yaitu talak yang diucapkan dengan
kata-kat yang jelas.
b.
Khinayah yaitu talak yang diucapkan dengan
kata-kata sindiran.
2)
Talak dengan surat
3)
Talak dengan isyarat orang bisu
4)
Talak dengan mengirim secara utusan.
b.
Bilangan Talak
Tiap-tiap
orang yang merdeka berhak mentalak istrinya sebanyak tiga kali. Firman Allah
dalam surat Al-Baqarah ayat 229, yang artinya “Talak (yang dapat dirujuk) dua
kali, setelah itu boleh dirujuk lagi dengan cara ma’ruf atau menceraikan dengan
yang baik.”
Talak dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a.
Talak
raj’i, ialah talak yang dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya
atau dua kalinya, dan suami boleh rujuk (kembali) kepada istri yang telah
ditalaknya selama masih dalam masa iddah. Juga masih dapat menikah kembali
setelah habis masa iddahnya.
b.
Talak
ba’in, ialah talak dimana suami tidak boleh rujuk (kembali) kepada istri
yang ditalaknya itu, tetapi harus dengan akad nikah baru.
Talak ba’in dapat dibagi menjadi dua macam,
yaitu:
1)
Ba’in
sughra (kecil), seperti talak tebus (khulu’)
dan mentalak istri yang belum dicampuri
2)
Ba’in
kubra (besar), ialah talak yang sudah dijatuhkan suami sebanyak tiga kali
dalam waktu yang berbeda.
Wanita yang teralak dengan talak
tiga boleh meikah lagi dengan mantan suaminya dengan syarat sebagai berikut.
a. Sudah
menikah dengan laki-laki lain
b. Sudah
digauli oleh suaminya
c. Sudah
dicerai oleh suaminya
d. Sudah
habis masa iddahnya
2.
Fasakh,
artinya pembatalan pernikahan antara suami istri karena sebab-sebab tertentu.
Akibat perceraian dengan fasakh, suami tidak boleh rujuk. Namun, kalau ia ingin
kembali sebagai suami istri harus melalui akad nikah baru.
Adapun
sebab-sebab yang membolehkan fasakh, yaitu:
a.
Sebab-sebab yang dapat merusak akad nikah.
b.
Sebab-sebab yang menghalangi tercapainya tujuan
pernikahan.
3.
Khulu’.
Secara bahasa artinya tanggal. Menurut ilmu fiqih, khulu’ artinya talak yang
dijatuhkan istri kepada suaminya, dengan jalan tebusan dari pihak istri, baik
dengan cara mengembalikan mas kawin kepada suami, atau memberikan uang sesuai
kesepakatan bersama.
4.
Li’an,
ialah tuduhan melakukan zina dari seorang suami kepada istrinya. Apabila
suami istri masing-masing berani bersumpah dengan mengakui kebenarannya, maka
terjadilah perceraian selamanya dan haram mengulang pernikahannya.
5.
Ila’
, artinya suami bersumpah bahwa ia tidak akan mengumpuli istrinya selama
empat bulan atau lebih atau dalam masa yang tidak ditentukan. Jika suami
sebelum empat bulan sudah kembali kepada istrinya, ia wajib membayar denda 3
kifarat. Namun, suami sampai 4 bulan tidak kembali kepada istrinya, hakim
berhak menyuruh suami memilih membayar kifarat, kembali, atau mentalak istrinya.
Jika suami tidak memilih, hakim berhak menceraikan istrinya dengan paksa.
6.
Zhihar,
artinya punggung. Menurut istilah, zhihar artinya seorang suami atau
lai-laki yang menyerupakan istrinya dengan ibunya. Jika seorang suami
menyatakan demikian tidak diteruskan talak, maka ia wajib membayar kifarat dan
haram atasnya bercampur. Denda (kifarat) zhihar ada 3 tindakan:
a.
Memerdekakan hamba sahaya.
b.
Kalau hamba tidak ada, berpuasa 2 bulan
berturut-turut.
c.
Kalau tidak kuat puasa, member makan 60 orang
miskin(tiap-tiap orang ¾ liter)
7.
Hadhanah,artinya
memelihara, menjaga, mendidik, dan mengatur segala kepentingan(urusan)
anak-anak yang belum mumayiz.
Walaupun yang melaksanakan hadhanah itu istri, tetap saja kebutuhan anak-anak
masih menjadi tanggungan suami. Dan apabila anak sudah mumayiz, pihak pengadilan yang akan menentukan anak-anak itu akan
ikut ibu atau bapaknya. Akan tetapi, keadaan ibu bapaknya sama saja, anak-anak
diberi kebebasan memilih ikut ibu atau bapak. Syarat-syarat orang yang
melaksanakan hadhanah, yaitu:
a.
Berakal sehat.
b.
Merdeka.
c.
Islam.
d.
Dapat menjaga kehormatandirinya dan anak-anak.
e.
Bersifat jujur dan dapat dipercaya.
f.
Tetap tinggal di dalam negeri di mana anak-anak
berada.
8. Iddah, ialah masa menunggu bagi seorang
istri yang dicerai oleh suami atau sebab ditinggal mati oleh suami. Penyebab
masa iddah antara lain,
a.
Iddah karena ditinggal mati suami.
1)
Jika istri itu hamil, iddahnya sampai
melahirkan.
2)
Jika istri tidak hamil, iddahnya sampai 4 bulan
10 hari.
b.
Iddah karena cerai hidup.
1)
Istri yang belum pernah dicampuri suami, maka
maka baginya tidak ada masa iddah.
2)
Istri yang pernah dicampuri suami:
a)
Istri yang mengandung, iddahnya sampai
melahirkan.
b)
Istri yang mengalami menstruasi, iddahnya 3 x
suci.
c)
Istri yang sudah menopause, iddahnya 3 bulan.
Tujuan iddah yaitu:
a.
Bagi pihak istri, untuk mengetahui istri hamil
atau tidak. Kalau ternyata hamil, maka anak tersebut anak suami yang mencerai.
b.
Bagi pihak suami, untuk memberi tenggang waktu
guna mempertimbangkan, cerai atau rujuk kepada istri tersebut.
c.
Bagi kedua pihak, untuk merenungkan masa-masa
yang lalu, pada akhirnya, untuk mengambil sikap cerai atau rujuk.
J. Rujuk
Rujuk ialah kembalinya suami
kepad istri yang telah dicerai untuk melanjutkan ikatan nikah suami istri.
Dasar Hukum Rujuk
Allah berfirman:
Artinya:
Dan suami berhak
merujuknya dalam masa menanti, jika mereka itu menghendaki islah.
(Q.S. Al-Baqarah:229)
Rukun rujuk antara lain,
1.
Ada istri
Syarat-syaratnya:
a.
Istri jelas orangnya.
b.
Istri dalam talah raj’i.
c.
Istri sudah dicampuri.
d.
Rujuk dilakukan masih dalam iddah.
2.
Suami
Syaratnya:rujuk harus kehendak sendiri.
3.
Saksi
Syaratnya:saksi harus laki-laki dan adil.
4.
Ada lafal atau ucapan rujuk
Macam-macam hukum rujuk yaitu:
1.
Sunah, apabila suami bermaksud memperbaiki
keadaan kelarga dan rujuk akan lebih menguntungkan bagi kedua belah pihak.
2.
Wajib, bagi suami yan mentalak istrinya, sebelum
mentalak, ia belum menyempurnakan pembagian waktunya.
3.
Makruh, apabila meneruskan perceraian lebih baik
daripada rujuk.
4.
Haram, jika maksud rujuknya suami untuk
menyakiti istri.
5.
Mubah, boleh rujuk dan boleh tidak.
K. Ketentuan
Perkawinan Menurut Undang-Undang
1. Perkawinan Menurut UU RI No. 1 Tahun 1974
a. Pengertian Perkawinan
Dalam pasal 1 Undang-Undang
RI Tahun 1974 dijelaskan tentang pengertian perkawinan, dan tujuannya.
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami istri, dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.
b. Pencatatan Perkawinan
UU RI No. 1 Tahun 1974 pasal 2
ayat 2 berbunyi:”Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut Pencatatan perkawinan
tercantum dalam PP RI No. 9 Tahun 1975 Bab II pasal 2 sampai dengan 9, yang
isinya:
1)
Tiga calon mempelai atau orang tua mempelai,
hendaklah member tahu kepada Petugas Pencatat Nikah (PPN) tentang maksudnya
melihat.
2)
Pemberitahuan tersebut sekurang-kurangnya 10
hari sebelum pelaksanaan.
3)
Pemberitahuan identitas diri meliputi nama,
umur, jenis kelamin, agama, pekerjaan, status, dan alamat tempat tinggal.
4)
PPN (dari KUA) meneliti tentang persyaratan
pernikahan yang diperlukan, kendala, halangan apa yang timbul dalam pelaksanaan
pernikahan.
5)
Menentukan waktu pelaksanaan pernikahan,
meliputi: hari, tanggal, bulan, tahun, dan jam, serta tempat pelaksanaan
pernikahan atau akad nikah dilangsungkan.
2. Peranan Pengadilan Agama dalam Penetapan
Talak
a.
Dalam UU RI No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan,
Bab III pasal 38 dan 39 dijelaskan sebagai berikut.
1)
Perkawinan dapat diputuskan karena kematian,
perceraian, dan atas keputusan pengadilan.
2)
Perceraian hanya dapat diputuskan di depan
sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak
berhasil mendamaikan kedua pihak.
3)
Untuk melakukan perceraian harus ada cukup
alasan bahwa antara suami istri tidak dapat hidup rukun sebagaimana suami
istri.
4)
Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan
diatur dalam peraturan perundangan sendiri.
b.
UU RI No. 7 Tahun 1989 pasal 66-68 dijelaskan
bahwa perceraian dilakukan melalui sidang pengadilan ada 3 macam, yaitu sebagai
berikut.
1)
Cerai talak, ialah perceraian yang ditetapkan
oleh hakim pengadilan agama karena ada permohonan suami kepada pengadilan agama
untuk mengadakan sidang guna menyaksikan ikrar talak.
2)
Cerai gugat, ialah perceraian yang ditetapkan
oleh hakim pengadilan agama, karena ada gugatan istri atau kuasanya kepada
pengadilan agama agar pengadilan agama mengadakan sidang guna memutuskan
hubungan pernikahan antara istri dengan suami.
3)
Cerai dengan alasan zina, ialah perceraian yang
ditetapkan oleh hakim pengadilan agama karena adanya gugatan suami atau istri
kepada pengadilan agama, agar pengadilan agama mengadakan sidang guna
memutuskan hubungan pernikahan, berdasarkan alasan zina.
c.
UU RI No. 7 Tahun 1989 pasal 49 menyatakan :
Pengadilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutuskan, dan
menyelesaikan perkara-perkara di tingkat pertama antara orang-orang yang
beragama Islam dalam bidang:
1)
Perkawinan.
2)
Kewarisan, wasiat,hibah yang dilakukan
berdasarkan hukum Islam.
3)
Wakaf dan sedekah.
L. Hikmah Perkawinan
Hikmah
pernikahan bagi yang menjalaninya antara lain,
1.
Memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yang
diridhai Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
menghindari cara yang dimurkai Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
2.
Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan
diridhai Allah untuk memperoleh anak serta mengembangkan keturunan yang sah.
3.
Melalui pernikahan kita dapat menyalurkan naluri
kebapakan bagi laki-laki dan dan naluri keibuan bagi wanita.
4.
Melalui pernikahan, suami istri dapat memupuk
rasa tanggung jawab dalam rangka memelihara, mengasuh dan mendidik
anak-anaknya.
5.
Melalui pernikahan, suami istri dapat membagi
rasa tanggung jawab yang sebelumnya dipikul oleh masing-masing pihak.
6.
Pernikahan dapat pula membentengi diri dari
perbuatan tercela.
7.
Pernikahan merupakan sunah Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa Sallam.
Artinya:
“…Dan aku menikahi perempuan, maka
barang siapa tidak suka akan sunahku (caraku), maka bukanlah ia golonganku.”
(H.R. Muttafaqun ‘Alaih)
Hikmah pernikahan bagi masyarakat
antara lain,
1.
Dengan adanya pernikahan berarti menyelamatkan
masyarakat dari maraknya perzinaan.
2.
Dengan adanya pernikahan, kaum wanita memperoleh
sejajaran derajat di masyarakat.
3.
Dengan adanya pernikahan, syiar Islam akan
semakin berkembang, menyemarakkan pernikahan memang dianjurkan oleh
syariat.
PENUTUP
Kesimpulan
Pernikahan adalah suatu akad yang
menghalalkan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan yang bukan muhrim
untuk memenuhi kebutuhan hidup berumah tangga. Agama Islam memaparkan sedemikian rupa aturan-aturan dan tata cara
pernikahan tersebut seperti rukunnya, tujuannya,kewajiban dan hak suami dan
istrinya. Agama Islam juga mengatur tata cara perceraian secara terperinci
sehingga tidak ada pihak yang dirugikan.
Selain itu, pernikahan juga memiliki manfaat dimasyarakat seperti
terhindar dari perzinahan,syiar Islam akan semakin berkembang,dsb.